Jumat, 01 Juli 2011

Candi Borobudur

Candi Borobudur

Informasi yang pertama kali kami dapatkan tentang Candi Borobudur setelah berwawancara dengan tour guide kami adalah informasi mengenai letaknya. Candi Borobudur terletak di provinsi Jawa tengah, lebih tepatnya di kabupaten Magelang di kecamatan yang bernama Borobudur, di desa yang juga bernama Borobudur. Candi Borobudur berada pada ketinggian kira- kira 265,4 m di atas permukaan laut. Keberadaan Candi Borobudur berhubungan dengan seseorang yang bernama Sidharta Gautama, oleh karena itu akan dijelaskan pula secara singkat mengenai sejarah hidup Sidharta Gautama.
Sidharta Gautama dilahirkan di India, lebih tepatnya di taman Lumbini. Sidharta Gautama memiliki seorang ayah yang bernama Raja Suldadana, dan seorang ibu yang bernama Dewi Maya. Setelah Sidharta Gautama beranjak dewasanya, Ia menikah dengan seorang Dewi yang bernama Dewi Gupaya Saudara, dan memiliki seorang anak laki- laki yang diberi nama Rahula. Sidharta Gautama menjadi Budha pada umur 35 tahun. Pada akhirnya, Sidharta Gautama meninggal saat Ia mencapai usianya yang ke-80. Selain informasi mengenai sejarah Sidharta Gautama, tentu saja kami mendapatkan informasi mengenai sejarah Candi Borobudur.

Nama Borobudur berasal dari dua kata yaitu Boro dan Budur. Boro berarti wihara yaitu tempat suci, sementara budur artinya atas. Oleh karena itu Borobudur artinya candi yang berada di atas gunung/ bukit. Candi Borobudur didirikan oleh Raja Sam Ratunga pada tahun 824 M. Raja Sam Ratunga berasal dari kerajaan Mataram, yang merupakan bagian dari Dinasti Salendra. Candi Borobudur pada saat itu dibangun diperuntukkan bagi Agama Budha Mahayana. Sebelum Candi Borobudur dibentuk untuk Agama Budha Mahayana. Terbentuknya Candi Borobudur dipengaruhi oleh aliran Animisme dan Dinamisme. Selain sejarah, hendaknya pula kita ketahui mengenai fisik dari Candi Borobudur itu sendiri.

Luas keseluruhan area taman wisata Candi Borobudur ditambah dengan Candi Borobudur adalah 85 hektar. Sementara itu, luas area Candi Borobudurnya saja adalah 3 hektar. Tahukah anda jenis batu apa yang digunakan dalam pembangunan Candi Borobudur ini dan berapa volume keseluruhan batu yang digunakannya? Batu yang digunakan untuk membangun Candi Borobudur ini adalah batuan andesit yang berasal dari Gunung Merapi. Sementara itu volume keseluruhan batu yang digunakan kira- kira 55.000 m3 atau sekitar 2½ juta ton batu yang digunakan. Ada baiknya pula bila kita mengetahui fungsi dari Candi Borobudur.

Fungsi Candi Borobudur dibedakan menjadi dua yaitu Fungsi Borobudur pada masa Syailendra dan fungsi Borobudur pada masa kini. Ada beberapa fungsi Borobudur pada masa Syailendra yaitu:
• Sebagai tempat penghormatan terhadap raja pada masa Syailendra
• Sebagai tempat untuk meditasi/ berdoa
• Sebagai tempat penyebaran Agama Budha
• Sebagai tempat untuk menyelenggarakan upacara keagamaan
• Sebagai tempat untuk menyimpan benda- benda relief
Sementara itu, fungsi Candi Borobudur pada masa kini adalah sebagai berikut:
• Sebagai tempat untuk berwisata yang bertaraf internasional
• Sebagai tempat untuk mempelajari mengenai benda- benda purbakala
• Sebagai tempat untuk memasarkan hasil- hasil industri rakyat kecil. Pada tempat wisata ini, banyak rakyat- rakyat yang memasarkan kerajinan tangannya untuk dijual mendapatkan penghasilan.
• Sebagai tempat untuk mempelajari bahasa asing.
• Sebagai lapangan pekerjaan yang menampung pekerja untuk mengurangi pengangguran

Candi Borobudur memiliki 10 tingkatan, dan pada 10 tingkatan ini, terdapat tiga bentuk bangunan, yaitu Kamadhatu, Rupadatu, dan yang terakhir Arupadhatu.
Bentuk dari Candi Borobudur yang kita lihat sekarang ini tidak dibuat secara asal dalam bentuk demikian melainkan ada maknanya. Bentuk bangunan yang pertama adalah Kamadhatu. Kamadhatu menggambarkan hawa nafsu dunia. Pengertian dari Kamadhatu adalah orang- orang yang belum mengenal materi Agama, oleh karena itu mereka dipenuhi oleh hawa nafsu dunia. Bentuk bangunan ini memiliki relief yang berjumlah 160 relief. Relief- relief ini menggambarkan mengenai hukum sebab- akibat. Jadi, pada relief- relief ini, dijelaskan mengenai sebab dan akibat dari perbuatan seseorang. Sementara itu, pada bentuk Kamadhatu ini, terdapat stupa yang berjumlah total 1545 stupa. Stupa yang besar berjumalh 73 stupa dan sisanya adalah stupa kecil yang berjumlah 1472. Bentuk Kamadhatu berada di tingkat pertama dari Candi Borobudur.
Bentuk bangunan yang kedua adalah Rupadhatu. Bentuk bangunan ini terdapat pada tingkat 2 - 6 dari Candi Borobudur. Bentuk bangunan Rupadhatu menggambarkan materi di dunia. Materi adalah segala sesuatu yang dapat disentuh, dilihat dan diraskan yang memiliki masa dan menempati ruangan di sekitar kita. Kebutuhan materi berkebalikan dengan kebutuhan rohani. Oleh karena itu, Rupadhatu menjelaskan mengenai segala sesuatu yang dapat dilihat, disentuh, dan dirasakan yang ada di dunia ini.
Tingkat kedua Rupadhatu yaitu tingkat ketiga dari Candi Borobudur adalah Lalitawistara, yang artinya geografi Sidharta. Tingkatan selanjutnya adalah Jataka yang artinya reinkarnasi/ penjelmaan. Kita lebih sering menyebutnya sebagai lahir kembali sesuai dengan perbuatan orang tersebut. Tingkat selanjutnya adalah Awada yang menggambarkan/ menjelaskan mengenai pengikut Sidharta Gautama. Tingkat terakhir dari Rupadhata adalah Gandawyuha yang artinya anak saudagar kaya dalam mengikuti ajaran Agama Budha.

Bentuk bangunan yang terakhir adalah Arupadhatu, bentuk bangunan ini berada pada tingkat 7 – 10. Bentuk bangunan Arupadhatu ini menggambarkan mengenai tingkatan Nirwana yang berarti surga. Pada tingkat ke-7 Candi Borobudur, terdapat 32 stupa. Pada tingkat selanjutnya yaitu tingkat ke-8, terdapat 24 stupa. Tingkat ke-9 memiliki 16 stupa, dan pada tingkatan paling atas dari Candi Borobudur terdapat 1 stupa yang terbesar diantara stupa- stupa yang lainnya.
Diterbitkan di: 08 Maret, 2009   
Mohon dinilai : 1 2 3 4 5
More About : kamadatu
Kutipan:
Related Videos

Sumber: http://id.shvoong.com/books/1873159-candi-borobudur/#ixzz1Qr3xTpZA

Penilaian Kognitif, Afektif, Psikomotorik

RANAH PENILAIAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTORIK

PENDAHULUAN

Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a)    Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b)    Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c)    Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:
1)    Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka?
2)    Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?
3)    Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ranah Penilaian Kognitif, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
2.1.1 Pengertian Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
  • Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
  • Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.  Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
  • Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
  • Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
  • Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
  • Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
Keenam jenjang berpikir yang terdapat pada ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom itu, jika diurutkan secara hirarki piramidal adalah sebagai tertulis pada  gambar 1.
Keenam jenjang berpikir ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya. Overlap di antara enam jenjang berfikir itu akan lebih jelas terlihat pada gambar 2.



Penilaian           (Evaluation)
Sintesis                       (Syntesis)
Analisis                                         (Analysis)
Penerapan                                                          (Aplikation)
Pemahaman                                                                   (Comprehensi)
Pengetahuan                                                                              (Knowledge)

GAMBAR 2. Overlap antara enam jenjang pada ranah kognitif.
Keterangan : Pengetahuan (1) adalah merupakan jenjang berpikir paling dasar. Pemahaman (2) mencakup pengetahuan (1). Aplikasi atau penerapan (3) mencakup pemahaman (2)dan pengetahuan (1). Sintesis (5) meliputi juga analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Evaluasi (6) meliputi juga sintesis (5) , analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1).
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2.1.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
  1. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
  2. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
    pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
  3. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.
  4. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
    mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
  5. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
  6. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik.
Tabel  Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek kognitif
No Tingkatan Deskripsi
1 Pengetahuan Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, teori, prosedur,dll. Contoh kegiatan belajar:
  • Mengemukakan arti
  • Menentukan lokasi
  • Mendriskripsikan sesuatu
  • Menceritakan apa yang terjadi
  • Menguraikan apa yang terjadi
2 Pemahaman Arti:pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar data hubungan sebab akibat penarikan kesimpulan Contoh kegiatan belajar:
¨    Mengungkapakan gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri
¨    Membedakan atau membandingkan
¨    Mengintepretasi data
¨    Mendriskripsikan dengan kata-kata sendiri
¨    Menjelaskan gagasan pokok
¨    Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri

3 Aplikasi Arti: Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari Contoh kegiatan:
  • Menghitung kebutuhan
  • Melakukan percobaan
  • Membuat peta
  • Membuat model
  • Merancang strategi
4 Analisis Artinya: menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut Contoh kegiatan belajar:
  • Mengidentifikasi faktor penyebab
  • Merumuskan masalah
  • Mengajukan pertanyaan untuk mencari informasi
  • Membuat grafik
  • Mengkaji ulang
5 Sintesis Artinya: menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kesimpulan/konsepatau meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru Contoh kegiatan belajar:
v   Membuat desain
v   Menemukan solusi masalah
v   Menciptakan produksi baru,dst.
6 Evaluasi Arti: mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat Contoh kegiatan belajar:
Mempertahankan pendapat
Membahas suatu kasus
Memilih solusi yang lebih baik
Menulis laporan,dst.

2.1.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif  adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu  kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
  1. Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
c. Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring & menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
  1. Analisis (C4),  Kemampuan berfikir secara logis dalam  meninjau  suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan  membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.
e. Sintesis (C5),  Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.
  1. Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.
Contohnya siswa dibina kompetensinya menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Namun, untuk dapat melukis jaring-jaring kubus setidaknya diperlukan pengetahuan (kognitif) tentang bentuk-bentuk jaring kubus dan cara-cara melukis garis-garis tegak lurus.
2.2 Pengertian Ranah Penilaian Afektif, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
2.2.1 Pengertian Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena,  yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai  lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan  suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Secara skematik kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai berikut:

Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon,  Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif  seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap   selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
2.2.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
  1. Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
  1. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
  • mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
  • mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
  • pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
  • menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
Mengelompokkan didik yang memiliki peserta minat sama, f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
  • mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
  • bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
  • meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
  1. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
  • Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
  • Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
  • Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
    • Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
    • Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
    • Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
    • Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
    • Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
    • Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
    • Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
    • Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
    • Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
    • Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
    • Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
    • Peserta didik mampu menilai dirinya.
    • Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
    • Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
  1. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
  1. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
  • Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
  • Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
  • Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
  • Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.



Tabel  Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Afektif
Tingkat Contoh kegiatan pembelajaran
Penerimaan (Receiving) Arti : Kepekaan (keinginan menerima/memperhatikan) terhadap fenomena/stimult menunjukkan perhatian terkontrol dan terseleksi Contoh kegiatan belajar :
-sering mendengarkan musik
- senang membaca puisi
- senang mengerjakan soal matematik
- ingin menonton sesuatu
- senang menyanyikan lagu
Responsi (Responding) Arti : menunjukkan perhatian aktif melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena setuju, ingin, puas meresponsi (mendengar) Contoh kegiatan belajar :
ü      mentaati aturan
ü      mengerjakan tugas
ü      mengungkapkan perasaan
ü      menanggapi pendapat
ü      meminta maaf atas kesalahan
ü      mendamaikan orang yang bertengkar
ü      menunjukkan empati
ü      menulis puisi
ü      melakukan renungan
ü      melakukan introspeksi
Acuan Nilai ( Valuing) Arti : Menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang pasti Tingkatan : menerima, lebih menyukai, dan menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai
Contoh Kegiatan Belajar :
  • mengapresiasi seni
  • menghargai peran
  • menunjukkan perhatian
  • menunjukkan alasan
  • mengoleksi kaset lagu, novel, atau barang antik
  • menunjukkan simpati kepada korban pelanggaran HAM
  • menjelaskan alasan senang membaca novel

Organisasi
Arti : mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem menentukan saling hubungan antar nilai memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di mana-mana memantapkan suatu nilaimyang dominan dan diterima di mana-mana Tingkatan : konseptualisasi suatu nilai, organisasi suatu sistem nilai
Contoh kegiatan belajar :
  • rajin, tepat waktu
  • berdisiplin diri  mandiri dalam bekerja secara independen
  • objektif dalam memecahkan masalah
  • mempertahankan pola hidup sehat
  • menilai masih pada fasilitas umum dan mengajukan saran perbaikan
  • menyarankan pemecahan masalah HAM
  • menilai kebiasaan konsumsi
  • mendiskusikan cara-cara menyelesaikan konflik antar- teman



2.2.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
  1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala,  kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
  2. Merespon,  meliputi merespon secara  diam-diam, bersedia merespon, merasa  puas  dalam merespon, mematuhi peraturan
  3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
  4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai
Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya. Contohnya mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar berlangsung.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran sejarah
7 6 5 4 3 2 1
Saya senang balajar sejarah






Pelajaran sejarah bermanfaat






Pelajaran sejarah membosankan






Dst….








Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran sejarah
  1. Pelajaran sejarah bermanfaat
SS S TS STS
  1. Pelajaran sejarah sulit




  1. Tidak semua harus belajar sejarah




  1. Sekolah saya menyenangkan




Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju

Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa
Minat Membaca
Nama Pembelajar:_____________________________
No Deskripsi Ya/Tidak
1 Saya lebih suka membaca dibandingkan dengan melakukan hal-hal lain
2 Banyak yang dapat saya ambil hikmah dari buku yang saya baca
3 Saya lebih banyak membaca untuk waktu luang saya
4 Dst…………..

2.3 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotorik, Ciri-ciri, dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotorik
2.3.1 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil psikomotor yang  merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah; (1) peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain; (2) peseta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah, dan lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam mennjalannkan ibadah shalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain; (7) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu membeli karcis, dan lain-lain, dan (8) peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati peraturan lalu lintas, dan sebagainya.
2.3.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Tabel  Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Psikomotorik
Tingkat Deskripsi
I. Gerakan Refleks Arti: gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak, respons terhadap stimulus tanpa sadar. Misalnya:melompat,menunduk,berjalan,menggerakkan leher dan kepala, menggenggam, memegang
Contoh kegiatan belajar:
- mengupas mangga dengan pisau
- memotong dahan bunga
- menampilkan ekspresi yang berbeda
- meniru gerakan polisi lalulintas, juru parkir
- meniru gerakan daun berbagai tumbuhan yang diterpa angin
II Gerakan dasar (basic fundamental movements) Arti: gerakan ini muncul tanpa latihan tapi dapat Diperhalus melalui praktik gerakan ini terpola dan dapat ditebak Contoh kegiatan belajar:
  • · contoh gerakan tak berpindah: bergoyang, membungkuk, merentang, mendorong, menarik, memeluk, berputar
  • · contoh gerakan berpindah: merangkak, maju perlahan-lahan, muluncur, berjalan, berlari, meloncat-loncat, berputar mengitari, memanjat.
  • · Contoh gerakan manipulasi: menyusun balok/blok, menggunting, menggambar dengan krayon, memegang dan melepas objek, blok atau mainan.
  • · Keterampilan gerak tangan dan jari-jari: memainkan bola, menggambar.
III. Gerakan Persepsi ( Perceptual obilities) Arti : Gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan perseptual Contoh kegiatan belajar:
¨   menangkap bola, mendrible bola
¨   melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1 kali sambil menjaga keseimbangan
¨   memilih satu objek kecil dari sekelompok objek yang ukurannya bervariasi
¨   membaca melihat terbangnya bola pingpong
¨   melihat gerakan pendulun menggambar simbol geometri
¨   menulis alfabet
¨   mengulangi pola gerak tarian
¨   memukul bola tenis, pingpong
¨   membedakan bunyi beragam alat musik
¨   membedakan suara berbagai binatang
¨   mengulangi ritme lagu yang pernah didengar
¨   membedakan berbagai tekstur dengan meraba

IV. Gerakan Kemampuan fisik (Psycal abilities) Arti: gerak lebih efisien, berkembang melalui kematangan dan belajar Contoh kegiatan belajar:
menggerakkan otot/sekelompok otot selama waktu tertentu
berlari jauh
mengangkat beban
menarik-mendorong
melakukan push-up
kegiatan memperkuat lengan, kaki dan perut
menari
melakukan senam
melakukan gerakan pesenam, pemain biola, pemain bola
V. gerakan terampil (Skilled movements) Arti: dapat mengontrol berbagai tingkat gerak – terampil, tangkas, cekatan melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks) Contoh kegiatan belajar:
  • melakukan gerakan terampil berbagai cabang olahraga
  • menari, berdansa
  • membuat kerajinan tangan
  • menggergaji
  • mengetik
  • bermain piano
  • memanah
  • skating
  • melakukan gerak akrobatik
  • melakukan koprol yang sulit
VI. Gerakan indah dan kreatif (Non-discursive communicatio) Arti: mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan -       gerak estetik: gerakan-gerakan terampil yang efisien dan indah
-       gerakan kreatif: gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran
Contoh kegiatan belajar:
v       kerja seni yang bermutu (membuat patung, melukis, menari baletr
v        melakukan senam tingkat tinggi
v        bermain drama (acting)
v       keterampilan olahraga tingkat tinggi


2.3.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi   atau pengamatan. Observasi  sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi  dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi  tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai  tingkah laku   yang tampak  untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut   dapat berupa tes paper and  pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1)    Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini,           jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga  peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah  menggunakan suatu alat yang sebenarnya.
2)    Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan  sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya
Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat menggunakan   daftar cek (check-list) ataupun  skala penilaian (rating scale).  Psikomotorik  yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari  sangat baik, baik, kurang, kurang, dan tidak baik.
Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
Contohnya kemampuan psikomotor yang dibina dalam belajar matematika misalnya berkaitan dengan kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun tidak baku), menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang, garis, sudut,dll) atau tanpa alat. Contoh lainnya, siswa dibina kompetensinya menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Kemampuan dalam melukis jaring-jaring kubus secara psikomotor dapat dilihat dari gerak tangan siswa dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris) saat melukis. Secara teknis penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan pengamatan (perlu lembar pengamatan) dan tes perbuatan.
Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Lembar observasi
Beri Tanda (√)
Nama Siswa Mengerjakan Tugas (On-Task) Tidak Mengerjakan Tugas (Off-Task) Catatan Guru
Damar


Ayu


Dst…..


Tabel Instrumen (alat) Asesmen Kinerja (unjuk kerja) Berpidato dengan numerical Rating Scale
Nama : ……………………………………………. Kelas : …………………………………………….
Petunjuk: Berilah skor untuk setiap aspek kinerja yang sesuai dengan ketentuan berikut:
(4) bila aspek tersebut dilakukan dengan benar dan cepat
(3) bila aspek tersebut dilakaukan dengan benar tapi lama
(2) bila aspek tersebut dilakukan selesai tetapi salah
(1) bila dilakukan tapi tidak selesai
( 0 = tidak ada usaha)
No Aspek yang dinilai Skor
4 3 2 1
1. Berdiri tegak menghadap penonton



2. Mengubah ekspresi wjah sesuai dengan pernyataan



3. Berbicara dengan kata-kata yang jelas



4. Tidak mengulang-ulang pernyataan



5. Berbicara cukup keras untuk didengar penonton






PENUTUP
1)   Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
2)   Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex.
3)   Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
4)   Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi
5)   Ciri ranah penilaian afektif yaitu pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
6)   Ranah kogniti berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi
7)   Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif  adalah: Ingatan (C1), Pemahaman (C2), Penerapan (C3), Analisis (C4), Sintesis (C5),  dan Evaluasi (C6).
8)   Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi.
9)   Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif









DAFTAR PUSTAKA


Anonymous. 2009. “Aspek Penilaian dalam KTSP Bag 1 (Aspek Kognitif)”. (Online) http://massofa.wordpress.com/feed/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Sistem Penilaian”. (Online) http://smak.yski.info/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengembnagan Perangkat Penilaian Psikomotor dan Prosedur Penilaian”.(Online) http://nurmanspd.wordpress.com/2009/09/17/pengembangan-perangkat-penilaian-psikomotor/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor”. (Online) http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/pengukuran-ranah-kognitif-afektif-dan.html. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif”. (Online) http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/pengertian-fungsi-dan-mekanisme-penetapan-kriteria-ketuntasan-minimal-kkm/. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Anonymous. 2009. “Penilaian Ranah Psikomotorik Siswa”. (Online) http://delapanratus.blogspot.com/2009/04/penilaian-ranah-psikomotorik-siswa.html. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset
Sri Wardani. 2004. Penilaian Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Sudjono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.

Rabu, 22 Juni 2011

pENENTUAN uSIA pENINGGALAN sEJARAH

SEJARAH INDONESIA MASA PRA’AKSARA
Setelah mempelajari modul ini maka akan dapat;
1. menjelaskan sumber-sumber sejarah dan cara menentukan usia peninggalan sejarah.
2. menjelaskan pembabakan masa pra-aksara berdasarkan geologi.
3. menjelaskan pembabakan masa pra-aksara berdasarkan alat kebudayaaannya.
4. menjelaskan ciri-ciri kehidupan masyarakat masa pra-aksara.
5. menjelaskan corak kehidupan masa pra-aksara.
6. menjelaskan jenis-jenis manusia purba.
Inti Materi
1. Sumber-sumber sejarah dan cara menentukan usia peninggalan sejarah.
2. Pembabakan masa pra-aksara berdasarkan geologi
3. Pembabakan masa pra-aksara berdasarkan alat kebudayaaan
4. Ciri-ciri kehidupan masyarakat masa pra-aksara
5. Corak kehidupan masa pra-aksara.
6. Jenis-jenis manusia purba
<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> SHAPE \* MERGEFORMAT <![endif]–>
Jika pernah melihat film Flinstone maka yang terlintas dalam benak kita adalah kehidupan manusia pada awalnya masih dalam pola yang sangat sederhana, seperti menggunakan alat kehidupan dengan batu. Untuk lebih jelasnya simaklah modul ini!
<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> <![endif]–>
Sebelum berbicara tentang bagaimana sejarah indonesia zaman pra-aksara, akan lebih baik jika terlebih dahulu membahas tetang sejarah. Apa seh sejarah itu? Karena, melihat kenyataan selama ini banyak sekali teman-teman yang mungkin menganggap sejarah itu tidak terlalu penting. Nah, jika kita pahami dari dasar dapat tampak suatu keunikan dalam sejarah yang tentunya dapat menarik keingintahuan kita untuk mempelajarinya. Belajar sejarah itu sebenarnya asyik, banyak jalan-jalannya, mungkin karena dipengaruhi zaman yang terus berkembang dan IPTEK juga yang semakin berkembang. Jadi, banyak yang menyepelekan kali ya.
What is history???
Kata sejarah sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi mungkin arti kata sejarah yang tepat belum kita ketahui. Untuk itu, supaya lebih jelasnya lagi akan kita bahas makna dari kata sejarah. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab “syajarah” (sajaratun) artinya pohon, di Indonesia sejarah sering diidentikan dengan silsilah yaitu daftar keturunan atau asal-usul yang di dalamnya dibuat skema menyerupai pohon yang lengkap dengan cabangnya. Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history yang artinya masa yang telah lampau. Sehingga terdapat kesamaan antara kedua pengertian tersebut yaitu sama-sama membahas tentang masa yang telah lampau. Berdasarkan pengertiannya maka ilmu sejarah dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan manusia pada masa lampau. Sedangkan rangkaian peristiwa yang terjadi pada masa lampau dimana manusia belum meengenal tulisan dan menghasilkan berita tertulis disebut dengan zaman pra-aksara.
Jejak-jejak sejarah!!
Jejak-jejak peristiwa sejarah dapat dijadikan sumber sejarah yang digunakan untuk menyusun penulisan sejarah. Sumber-sumber sejarah terdapat beberapa macam, antara lain;
ü Sumber-sumber benda, berupa peninggalan-peninggalan benda yang berhubungan dengan kehidupan manusia pada masa lampau, misalnya bangunan dan alat kehidupan sehari-hari.
ü Sumber-sumber tertulis, berupa hasil tulisan manusia masa lampau, misalnya prasasti, naskah, kitab, dokumen, kaligrafi, suluk,syair dan babad.
ü Sumber lisan (oral history), berupa hasil kesaksian langsung dari orang-orang yang terlibat dalam suatu peristiwa ataupun orang-orang yang menyaksikan peristiwa.
Dalam menentukan usia peninggalan sejarah maka terdapat tiga cara, sebagai berikut;
a. Tipologi
Tipologi adalah cara penentuan umur berdasarkan bentuk (tipe) benda peninggalan. Makin sederhana bentuk benda maka makin tua usia benda tersebut. Namun cara ini efektifitasnya masih diragukan karena benda yang sederhana belum tentu dibuat terlebih dahulu dari benda yang lebih sempurna pembuatannya.
b. Stratigrafi
Stratigrafi adalah suatu cara penentuan umur relative berdasarkan lapisan tanah dimana benda berasal. Makin bawah lapisan tanah maka semakin tua benda yang ditemukan. Namun efektifitas cara ini masih diragukan karena akibat ulah manusia permukaan tanah dapat teraduk. Sehingga hanya ahli geologi saja yang mampu menentukan jenis lapisan tanah.
c. Kimiawi
Cara kimiawi ialah cara penentuan umur berdasarkan kandungan unsur-unsur kimianya. Misalnya, unsur C14 (Carbon 14) atau unsur Argon.
Pembabakan Pra-aksara Berdasarkan Geologi
Menurut geologi dan ilmu falak bumi yang ditempati manusia ini berbentuk bola yang amat panas yang berputar pada porosnya. Berputarnya bola gas raksasa yang amat panas tersebut berlangsung berjuta-juta tahun dan lama kelama-lamaan bagian luar tersebut menjadi padat karena temperature bumi berangsur-angsur menurun dan terbentuklah kulit bumi.
Zaman glacial pada zaman pleistosen yang berganti-ganti mengakibatkan berbagai perubahan iklim di seluruh dunia yang sangat berpengaruh pada ekosistem dunia. Binatang-binatang yang hidup banyak yang berbulu tebal sehingga dapat bertahan hidup seperti gajah purba (Mamouth), sedangkan yang tidak berbulu tebal terpaksa berpindah mencari tempat yang memungkinkan untuk hidup. Pada zaman tersebut terjadi migrasi binatang dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Pada zaman pleistosen temperature bumi berubah-ubah terkadang dinggin atau panas. Pada waktu temperature bumi naik maka permukaan es akan mencair. Akibatnya permukaan air laut naik (interglasial). Sedangkan saat temperature bumi turun permukaan bumi akan menjadi es sehingga terjadilah zaman glacial. Selama masa pleistosen bumi telah mengalami empat kali zaman glacial. Pada zaman glacial, Nusantara terbagi menjadi dua bagian yakni bagian barat menjadi satu dengan Asia ( Dataran Sunda)) dan bagian timur bersatu dengan Australia (Dataran Sahul) .
Zaman Archaekum (Azoikum), berlangsung + 2500 juta tahun
Keadaan bumi masih panas sehingga belum ada kehidupan.
Zaman Paleozoikum, berlangsung + 300 juta tahun
Makhluk hidup mulai ada (hemah dan tumbuhan kerena suhu bumi sudah mendingin . Hewan yang ada adalah hewan yang tidak bertulang belakang, seperti ikan, ganggang, rumputan. Iklim masih berubah-ubah dan curah hujan tinggi.
Zaman Mezozoikum, berlangsung +150 juga tahun .
Reptil mencapai bentuk yang sangat besar (raksasa), misalnya Dinausaurus, Atlantosaurus, Tyrannosaurus.
Zaman Neozoikum atau Kainozoikum, berlangsung sekitar 60juta tahun. Terbagi menjadi dua yaitu;
-Zaman tersier
-Zaman kuarter, masa ini terbagi menjadi dua bagian;
Ø Kala Pleistosin atau Diluvium, berlangsung selama600.000tahun (zaman glacial). Terbagi menjadi; pleistocen,pliosen,milosen,
Oligosen,Eosen, dan paleosen.
Ø Kala Holosin atau Alluvium, berlangsung sejak 20.000 tahun yang lalu.
Sejak masa pleistosen reptile besar punah, kera mulai timbul, binatang menyusui mulai banyak, sejak masa mitosen orang utan mulai ada. Pada masa pleistosen es dari kutub utara mencair hingga menutupi sebagian Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara. Sedangkan pada masa holosin manusia jenis homo sapiens sudah mulai hidup.
Pembabakan Pra-aksara Berdasarkan Alat Kebudayaannya
A. Zaman Batu
Zaman batu menunjuk pada suatu periode di mana alat-alat kehidupan manusia umumnya/dominan terbuat dari batu, walaupun ada juga alat-alat tertentu yang terbuat dari kayu dan tulang. Zaman batu dikenal juga sebagai zaman dimana manusia belum mengenal logam dan alat-alat yang paling utama dikenal pada saat itu yaitu alat-alat yang terbuat dari batu. Namur, tidak dapat sangsikan bahwa pada saat itu juga tela hada pula alat-alat yang terbuat dari kayu atau bambu, akan tetapi bekas dari alat-alat tersebut tak berbekas.
Dari alat-alat peninggalan zaman batu tersebut, melalui Metode Tipologi (cara menentukan umur berdasarkan bentuk atau tipe benda peninggalan), maka zaman batu dibedakan lagi menjadi 3 periode/masa, yaitu:
1. Zaman Batu Tua (Palaeolithikum)
Zaman Batu Tua/ Palaeolithikum Merupakan suatu masa di mana alat-alat hidup terbuat dari batu kasar dan belum diasah/diupam, sehingga bentuknya masih sederhana. Misalnya seperti kapak genggam
Gambar 1. Kapak Genggam
Tingkat kecerdasan manusia yang hidup pada masa ini masih sangat rendah, sehingga apa saja yang tersedia di alam atau apa saja yang ditemukan akan dipergunakan untuk penunjang kehidupan mereka serta keperluan mereka. Lalu lama-kelamaan terdapat pengalaman bahwa batu adalah bahan utama. Namun, tidak sembarang batu yang dipergunakan, mereka harus mencari dulu batu yang kersan dan kuat. Setelah batu itu didapat, maka tidak dapat langsung di gunakan. Batu tersebut harus dibentuk dulu sesuai dengan bentuk apa yang akan digunakannya. Dengan demikian, maka kepandaian manusia semakin meningkat, segala sesuatu yang baru muncul kemudian mencerdaskan otak mereka, dan kemudian perkembangan akal inilah yang akhirnya memberi kedudukan tertinggi pada manusia di antara semua mahluk ciptaan Tuhan.
Ciri-ciri dari zaman batu tua/ palaeolithikum ini, adalah sebagai berikut:
- pembuatan alat-alat yang digunakan masih sangat kasar, tidak di asah atau di haluskan.
Gambar 2: jenis-jenis peninggalan zaman Palaeolithikum
- Manusia yang hidup pada masa ini belum bertempat tinggal tetap (nomaden) atau hidupnya berpindah-pindah, masih hidup mengembara.
- Masih bersifat food gathering (mencari dan meramu makanan)
- Contoh alat yang digunakan antara lain: kapak genggam, kapak perimbas, dan alat-alat serpih.
2. Zaman Batu Tengah (Mesolithikum)
Merupakan masa peralihan di mana cara pembuatan alat-alat kehidupannya lebih baik dan lebih halus dari zaman batu tua. Contohnya: Pebble/Kapak Sumatera. Alat-alat yang digunakan pada zaman ini masih menyerupai alat-alat palaeolithikum. Manusia pada masa ini sudah mulai bertempat tinggal tetap.
Ciri – cirinya adalah :
- pembuatan alat – alat mulai dihaluskan jika perlu ditajamkam
- Hidup mulai menetap
- Contoh alat yang digunakan pada saat itu , seperti : kapak sumatera ( Pable), alat dari tulang, flake ( alat serpih )
- Mulai mengenal kepercayaan
- Ditemukan Kjokenmoddingger ( sampah dapur ) yaitu kehidupan manusia purba yang berada di tepi pantai dan memakan kerang kemudian kulit kerang tersebut membentuk bukit di belakang rumah panggung mereka ( ditemukan di Sumatera)
- Ditemukannya Abris Sous Roche yaitu kehidupan manusia purba yang mulai menetap di gua – gua
- Mengenal seni dengan ditemukannya lukisan cap tangan pada dinding gua Leang – leang.
Gambar .: alat-alat peninggalan zaman Mesolithikum
Gambar 5. Peta jalur penyebaran kebudayaan Mesolithikum
KUIS ! Kehidupan manusia pada masa mesolithikum, masih belum banyak berubah dan masih dipengaruhi oleh cara-cara hidup masa sebelumnya. Mereka beertempat tinggal di gua-gua atau di bukit kerang tepi sungai/pantai, yang tidak jauh dari sumber air dan padang rumput atau hutan kecil tempat mereka berburu. Pertanyaannya;
1. Mengapa manusia purba hidupnya cenderung berkelompok-kelompok?
2. Mengapa manusia purba cenderung memilih tempat tinggal di dalam gua dan tempat yang dekat dengan sumber air?
3. Zaman Batu Muda/ Neolithikum
Zaman batu muda/ neolithikum merupakan suatu masa di mana alat-alat kehidupan manusia dibuat dari batu yang sudah dihaluskan, serta bentuknya lebih sempurna dari zaman sebelumnya. Selain di asah dan di upam, alat yang dihasilkan kini telah banyak pula yang indah. Kecuali tembikar, pada masa ini manusia juga telah mengenal tenunan. Orang-orangnya sudah bertemapt tinggal menetap dan telah pula mengenal bercocok tanam.
Ciri – cirinya :
- peralatan sudah halus dan diberi tangkai
- contoh benda yang digunakan adalah :kapak persegi dan kapak lonjong
- pakaian terbuat dari kulit kayu
- perhiasan dari manik – manik dan batu
- sudah menetap ( food producing )
- menganut kepercayaan animisme dan dinamisme
- memiliki kemampuan bercocok tanam
Gambar 6: alat-alat peninggalan zaman Neolithikum (Kapak lonjong)
Gambar7.Peninggalan zaman Neolithikum
(kapak persegi)
B. Zaman Logam
Dimulainya zamanlogam bukan berarti berakhirnya zaman batu, karena pada zaman logampun alat-alat dari batu terus berkembang bahkan sampai sekarang. Sesungguhnya nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa pada zaman tersebut alat-alat dari logam telah dikenal dan dipergunakan secara dominan. Zaman logam disebut juga dengan zaman perundagian.
Zaman logam juga merupakan waktu dimana manusia pada saat itu sudah dapat membuat alat-alat dari logam, yang ternyata lebih kuat dan lebih mudah dikerjakan daripada batu. Sebelum digunakan sebagai bahan untuk keperluannya, logam terlebih dulu harus dilebur dulu. Pada zaman logam ini, manusia sudah jauh lebih tinggi kebudayaannya bila dibandingkan dengan zaman batu.
Perkembangan zaman logam di Indonesia berbeda dengan di Eropa, karena zaman logam di Eropa mengalami 3 fase/ bagian, yaitu zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi. Sedangkan di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara umumnya tidak mengalami zaman tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu dan besi secara bersamaan. Dan hasil temuan yang lebih dominan adalah alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam disebut juga dengan zaman perunggu.
Ciri dari zaman perunggu, diantaranya adalah sebagai berikut:
Ø Zaman perunggu, Pada zaman ini orang sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras. Zaman perunggu, hasil budaya yang terbuat dari perunggu antara lain
* nekara: genderangbesar terbuat dari perunggu , untuk upacara
* kapak corong / kapak perunggu / kapak sepatu
* moko : seperti nekara tetapi lebih kecil, digunakan untuk upacara keagamaan
* perhiasan berupa gelang, kalung, cincin dan lainya
Gambar 8. Nekara
Ø Zaman besi, Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500°C. Beberapa hasilnya seperti :
* kapak
* pisau
* perhiasan
* sabit
* mata panah
* cangkul
Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan. Tidak semua manusia memiliki keahlian untuk membuat barang logam (undagi). Tehnik membuat barang dari logam terdiri dari tehnik a cire perdue dan be valve.
tehnik a cire perdue
Benda yang akan dicetak dibuat dari lilin atau sejenisnya kemudian dibungkus dengan tanah liat yang diberi lubang.Selanjutnya dibakar sehingga lilin itu meleleh. Rongga bekas lilin tersebut diisi dengan cairan perunggu, sesudah dingin cairan membeku dan tanah liat tadi dibuang dan jadilah benda yang diinginkan
be valve
Caranya cetakan logam terbuat dari tanah liat yang diberi rongga dan diberi logam,dan terdiri dua bagian. Cetakan daritanah liat tersebut dibakar seperti membuat gerabah. Cairan perunggu dimasukan kedalam cetakan bivalve tersebut setelah cairan logam dingin dan mengeraskan, cetakan tersebut kemudian dilepas maka jadilah benda yang diinginkan.
Demikianlah uraian materi pembabakan prasejarah berdasarkan arkeologinya. Untuk memudahkan Anda memahami uraian materi di atas, maka simaklah bagan berikut:
Aksi Kamu !#
Kamu membutuhkan;
- Batu manik-manik kecil
- benang nilon
Buatlah simpul pada ujung benang kemudian masukan manik-manik sesuai keinginanmu hingga panjangnya dapat dilingkarkan pada tangan atau lehermu. Setelah selesai ikatkanlah ujung satu dengan lainnya. Hasilnya kamu dapat memakai dan membuat perhiasan seperti apa yang dilakukan oleh manusia pada masa pra-aksara.
◙►Selanjutnya apakah pernah mendengar atau membaca istilah Megalithikum? Megalithikum merupakan suatu istilah kebudayaan batu besar (Mega = besar; Lithos = batu).
C. Zaman Megalithikum
Antara zaman neolithicum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalithicum, yaitu kebudayaan yang mengunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalithicum justru pada zaman logam. Kebudayaan Megalithikum bukanlah suatu zaman yang berkembang tersendiri, melainkan suatu hasil budaya yang timbul pada zaman Neolithikum dan berkembang pesat pada zaman logam. Adapun salah satu contoh budaya Megalithikum dapat Anda lihat pada gambar berikut ini.
Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang yaitu :
1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.
Peninggalan kebudayaan megalithikum ternyata masih dapat dilihat sekarang, karena pada beberapa suku-suku bangsa di Indonesia masih memanfaatkan kebudayaan megalithikum tersebut. Contohnya seperti suku Nias.
Ø Zaman batu besar ( Megalithikum ) hasilnya terbuat dari batu berukuran besar, seperti :
* menhir : tugu batu digunakan untuk menghormati roh nenek moyang
* Punden berundak : terbuat dari batu untuk meletakan sesaji
* dolmen : meja batu yang digunakan untuk meletakan sesaji
* waruga : kubur batu yang berbentuk kubus
* kubur batu : tempat menyimpan mayat
* Sarkofagus : kubur batu yang berbentuk lesung
Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Untuk mengetahui bentuk-bentuk menhir,
Bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat prasejarah tidak berpedoman kepada satu bentuk saja karena bangunan menhir ditujukan untuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Selain menhir terdapat bangunan yang lain bentuknya, tetapi fungsinya sama yaitu punden berundak-undak
Punden Berudak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal. Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.
Gambar 9. Punden berundak
Setelah Anda mengamati gambar diatas, apa yang terlintas dalam pikiran Anda? Pernahkah Anda melihat bangunan yang bentuknya mirip punden berundak-undak.TentuAnda sudah pernah melihat candi Borobudur, baik secara langsung maupun hanya melalui gambar ataupun televisi. Candi Borobudur di Jawa Tengah adalah bangunan pemujaaan untuk umat Budha, dan menurut Prof. Dr. Sutjipto Wirgosuparto, arsitektur bangunan Borobudur merupakan tiruan atau kelanjutan dari punden berundak-undak.
Persamaan antara Borobudur dengan Punden Berundak-undak adalah sama-sama sebagai bangunan suci karena berfungsi untuk tempat pemujaan. Adapun perbedaannya candi Borobudur merupakan bangunan suci umat Budha, dan bentuk bangunannya sempurna dan indah karena penuh dengan relief dan ragam hias. Sedangkan Punden Berundak-undak hanyalah bangunan biasa yang terbuat dari batu yang disusun bertingkat-tingkat tanpa relief ataupun ragam hias dan sebagai tempat memuja arwah nenek moyang yang sudah meninggal.
Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan/Jawa Barat, Bondowoso/Jawa Timur, Merawan, Jember/Jatim, Pasemah/Sumatera, dan Nusa Tenggara Timur.
Untuk mengetahui bentuk Dolmen, dapat diamati dengan gambar berikut!
Gambar10. dolmen
Sarkofagus
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi. Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam. Untuk memperjelas pemahaman Anda tentang Sarkofagus, maka amatilah gambar berikut ini.
Gambar11. Sarkofagus
Ciri-ciri Kehidupan Masyarakat Pra-Aksara
Ø Kehidupan Masyarakat Berburu dan Mengumpulkan Makanan.
Gambar12. Ilustrasi kehidupan manusia purba di gua.
Kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan masih sangat sederhana dan sangat tergantung pada apa yang tersedia di hutan. Pada masa ini masyarakat tinggal di alam terbuka seperti di hutan, tepi sungai, gunung, goa atau lembah. Di samping itu, lingkungan alam masa itu belum stabil dan masih liar. Binatang buas menjadi penghalang bagi manusia dalam melaksanakan aktivitasnya.
Masyakat masa berburu dan mengumpulkan makanan telah mengenal hidup berkelompok. Jumlah anggota tiap-tiap kelompok antara 10-15 orang. Mereka hidup selalu berpindah-pindah (nomaden). Perpindahannya itu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan antara anggota kelompok sangat erat . Mereka bekerja bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompoknya dari serangan kelompok lain atau serang binatang buas. Meskipun kehidupan masih sangat sederhana namun telah mengenal pembagian tugas. Kaum laki-laki biasanya bertugas untuk berburu dan kaum perempuan bertugas untuk memelihara anak-anak serta mengumpulkan buah-buahan dari hutan. Masing-masing kelompok memiliki pemimpin yang sangat ditaati dan dihormati anggota kelompoknya.
Untuk menunjang kehidupannya manusia mulai membuat alat-alat berburu, alat pemotong, alat pengeruk tanah dan alat lainnya. Para ahli menafsirkan bahwa pembuat alat tersebut dari jenis Pithecanthropus dan kebudayaannya disebut tradisi Paleolithikum (Batu Tua).Alat-alat tersebut banyak ditemukan di Kali Baksoka, daerah Kabupaten Pacitan dan kemudian disebut kebudayaan Pacitan. Penelitian ini dilakukakan oleh G.H.R. von Heckeren, Besuki, dan R.P. Soejono (1953-1954). Penemuan sejenis juga terdapat di daerah Jampang, Kulo (Sukabumi) yang diteliti oleh D. Erdbrinnk, di Gombong, Perigi, dan Tambang Sawah (Bengkulu) diteliti oleh J.H. Houbalt dan lain-lain. Benda-benda hasil antara lain; kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, pahat genggam, alat serpih, dan alat-alatdari tulang.
Ø Kehidupan Masyarakat Beternak dan Bercocok Tanam
Kemampuan manusia berpikir dalam mempertahankan kehidupannya mulai kerkembang. Hal ini mengkibatkan munculnya kelompok-kelompok yang lebih besar serta menetap. Munculnya kehidupan itu berawal dari upaya untuk menyiapkan persediaan bahan makanan yang cukup dalam satu masa tertentu sehingga tidak perlu mengembara lagi. Mereka mulai hidup dengan bercocok tanam. Kemampuan memproduksi makanan (food producing) menjadi dasar mereka untuk hidup menetap. Mereka mulai menanam jenis tanaman yang semula liar untuk memenuhi kebutuhan mereka. Serta mulai menjinakan hewan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka seperti kuda, anjing, kerbau, sapi, dan kambing. Kehidupanbercocok tanam yang dikenal pertama kali adalah berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya. Agar dapat menetap lama akhirnya mereka membuat persawahan.
Masyarakat sudah memiliki tempat tinggal yang tetap dan memilih tempat tinggal pada tempat ertentu yang dapat menjalin hubungan dengan kelompok lain. Hubungan sosial semakin terjalin dan terorganisir dengan rapi serta terdapat gotong royong. Terdapat seorang pemimpin yang disebut kepala suku.
Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan mereka mengadakan pertukaran barang dengan sistem barter. Barter menjadi awal unculnya system ekonomi. Sistem barter tidak hanya dalam lingkungannya tetapi juga di luar lingkungannya. Kehidupan bertambah maju setelah mengenal logam. Kemampuan mengerjakan memperlihatkan semakin tinggi kemampuan massyarakat.
Peninggalan kebudayaan manusia pada masa ini semakin bertambah banyak jumlahnya baik yang terbuat dari tanah liat, batu dan tulang. Hasil-hasil kebudayaan antara lain; beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, perhiasan dari tanah liat, kalsedon, yasper dan agat. Selain itu pada masa ini terjadi kebudayaan megalitihikum yang menghasilkan antara lain; menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, dan arca.
Ø Kehidupan Masyarakat Perundagian
Pada masa ini masyarakat telah mengenal teknik-teknik pengolahan logam perunggu dan besi. Pengolahan tersebut memerlukan tempat pengolahan khusus serta keahlian khusus.. Tempat untuk mengolah logam dikenal dengan nama perundagian dan orang yang memiliki keahlian disebut undagi.
Peninggal sejarah masa perundagian menunjukan kekayaan dan keanekaragaman budaya. Berbagai macam bentuk seni upacara. Kemakmumaran masyarakat diketahui melalui perkembangan teknik pertanian dengan mengenal alat pertanian seperti pisau, bajak, cangkul dan lainnya.
Kepercayaan pada masa perundagian di Indonesia beritikan penghormatan dan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan masyarakat memiliki kedudukan penting yang dibuktikan dengan banyaknya penemuan alat-alat upacara dan bangunan pemujaan. Pengaturan masyarakat didasarkan pada kepercayaan seperti setiap tindakan atau peristiwa penting selalu didahului atau disertai upacara untuk memohon doa pada roh leluhur.
Corak Kehidupan Masyarakat Pra-Aksara
Ø Pola Kebudayaan
Perkembangan kebudayaan berdasarkan tempat munculnya kebudayaan tersebut. Kebudayaan agraris muncul dari aktifitas kehidupan masyarakat di pedalaman. Dalam rangka mengolah alam sekitarnya memalui bercocok tanam dan membuka persawahan. Sehingga mereka memerlukan alat seperti bajak, cangkul, sabit dan lainnya. Sedangkan bagi yang tinggal di pantai, kebudayaan yang muncul adalah kebudayaan maritime. Hasil-hasil kebudayaan seperti jala, pancing, tombak, rakit, sampan, dan lainnya.
Ø Unsur-unsur Kebudayaan
Sistem kepercayaan diperkirakan muncul pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, hal ini dibuktikan dengan dengan penemuan lukisan di Gua Leang-leang. Adanya corak kepercayaan dipekuat dengan penemuan kadal di pulau SeramPapua, ditempat yang sama juga ditemukan lukisan perahu yang menggambarkan kendaraan nenek moyang kea lam baka. Sistem kepecayaan semakin berkembang ketika masa megalithikum, masyarakat memuja roh untuk melindungi mereka. Hal ini tampak dalam bentuk upacara penghormatan, persajian dan penguburan. Selain kepercayaan terhadap roh nenek moyang terdapat kepercayaan terhadap kekuatan alam. Sehingga corak kepercayaannya adalah animisme dan dinamisme.
Jenis-Jenis Manusia Purba
Manusia Purba di Indonesia
Ø Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus berarti manusia besar. Fosil ini ditemukan di Sangiran oleh von Koenigswald pada tahun 1914 berupa rahang bawah yang jauh lebih besar dan kuat dari Pithecanthropus Erectus. Sehingga para ahli memperkirakan bahwa fosil ini adalah manusia tertua yang pernah hidup di pulau Jawa. Setelah direkostruksikan maka diketahui cirri-cirinya sebagai berikut;
· Memiliki tulang pipi yang tebal.
· Memiliki otot kunyah yang kuat.